Sebagai wujud penghormatan
terhadap jasa para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,
seluruh siswa, guru, dan pegawai MANU Putra memperingati Hari Pahlawan Nasional
dengan Upacara. 10 November adalah hari di mana sesepuh Buntet Pesantren, Kiai
Abbas Abdul Jamil berdiri di garda terdepan untuk memerangi penjajah dan
sekutunya.
K.H. Hasyim Asy’ari menunggu
kedatangan Kiai Abbas untuk memulai peperangan di medan tempur. Bersama
Kiai-kiai dari Cirebon, Kiai Abbas berangkat dengan kereta api dari Kanci
sampai Rembang, tepatnya di Pondok Pesantren pimpinan Kiai Bisyri
Mustofa-ayahanda Gus Mus-. Dari situlah beliau berangkat ke medan tempur,
Surabaya. Konon, berkat doanya yang mustajab, ribuan alu beterbangan dan banyak
pesawat meledak sebelum beraksi. Ada pula yang mengatakan, pesawat-pesawat
tersebut meledak setelah tersentuh biji tasbih yang dilemparkan Kiai Abbas. Wallahu
a’lam
Tapi yang pasti, terpaksa
penjajah dan sekutu mundur dan mengaku kalah. Peran serta kiai, santri, dan
pesantren begitu sangat terlihat dalam memperjuangkan kemerdekaan.
“Bangsa yang besar adalah bangsa
yang tidak lupa akan jasa para pahlawannya”, ucap Pembina upacara, H. Abu
Nashor, Lc., M.H.I.
Penetapan sejumlah orang termasuk
para kiai yang ikut serta membangun kemerdekaan Indonesia sebagai pahlawan
nasional bukanlah utama. Karena sejatinya tanpa perlu diresmikan pun mereka
adalah seorang pahlawan berkat jasa-jasanya yang tak dapat terbalaskan. Toh,
tidak memberi efek apapun bagi mereka jika ditetapkan sebagai pahlawan
nasional. Yang pasti harus dilakukan adalah, meneladani sikap-sikap dan tingkah
laku mereka, sikap perjuangan yang pantang menyerah, kecintaan terhadap tanah
air, dan sikap-sikap baik mereka lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar